Mengambil jeda

Posting Komentar

Telolet...
Penjual bubur kacang ijo lewat depan rumah. Cuaca yang dingin, gerimis merinai dan perut lapar, perpaduan yang pas untuk menikmati sepiring burjo panas. Kebetulan Affan masih digendong ayahnya, mas Agha main sama mbahkungnya, memandangi truk di depan rumah ngangkut karung-karung gabah. Sip lah.
Tidak perlu waktu lama untuk menghabiskan burjo dalam kondisi lapar. Seolah baru baca bismillah, tiba-tiba sudah alhamdulillah. Saat piring sudah kosong melompong, Agha masuk dan minta dengan nada khasnya. "Agha ni" (punya agha ini, red). Sambil manyun dan memegang satu bungkus burjo yang niatnya untuk mbahibu. Tapi karena Agha minta, maka berarti itu rejekinya Agha.


Satu piring burjo siap untuk dimakan. Mas Agha dengan cerianya menyuapi dirinya sendiri sesendok demi sesendok. Awalnya manis sekali, emaknya mau nyuapin malah nggak tega. Jadi dibiarkan sekalian belajar mandiri untuk makan sendiri. Tapi lama-lama gelagatnya mulai mencurigakan. Sedikit demi sedikit burjo ditumpahkan ke lantai. Pas dibilangin emaknya malah berkilah.
"Mas, itu makanan, mubadzir kalau dibuang-buang." Tegur emaknya dengan santai. "Tumpah nih." kilah Agha menimpali sambil menumpahkan seluruh isi burjo ke lantai. "Aghaaaaa..." reflek negatifku keluar. Saat melihat raut muka Agha yang kaget mendengar teriakan emaknya. Barulah aku sadar, aku salah menyikapi. Saat-saat seperti inilah yang kadang sulit untuk dikendalikan. Marah karena anak membuat ulah.

Untuk menyiasatinya. Aku harus sejenak mengambil jeda untuk meredakan amarah. Tidak bicara apapun, cukup tarik nafas panjang, baca istighfar. Setelah merasa perasaan sudah normal, baru memulai kembali percakapan.
"Kenapa buburnya dibuang sayang, kan jadi nggak bisa dimakan. Mubadzir lo."
Lantas mengalirlah celoteh riang dan hayalan khas anak-anaknya. Dan emaknya pun ikut ceria melihat keceriaan buah hati. Tak peduli rumah acakadut bak kapal pecah.

Kadang hal-hal sepele bisa membuat para emak naik pitam (jangan-jangan cuma aku ya, haduh), memunculkan emosi negatif. Kalau hal ini diturutin dan tidak dikendalikan, maka dampaknya kita akan marah dan meledak ke anak. Padahal hal itu bisa mematikan sel-sel otaknya, membunuh kreatifitasnya, dan ini juga akan menjadi contoh yang buruk, yang dmpaknya bisa diturunkan ke anak cucu kita nantinya. Menjadi lingkaran setan pengasuhan yang buruk.
Oleh karena itu, jika kita belum bisa mengendalikan emosi negatif dengan baik dan benar saat menghadapi anak. Alangkah lebih baik kita diam. Menepi, mengambil jeda.
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar