Proses Fermentasi merupakan salah satu rangkaian proses pada pembuatan Bioethanol. Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan baku berupa biomassa seperti jagung, singkong, sorghum, kentang, gandum, tebu, bit, dan juga limbah biomassa seperti tongkol jagung, limbah jerami, dan limbah sayuran lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Bioethanol ini adalah biji durian. Hal ini dikarenakan adanya kandungan pati yang terdapat dalam biji durian.
Menurut Simanjuntak (2005), dalam setiap 100 gram biji durian terdapat 43,6 gram kandungan karbohidrat. Karbohidrat dalam biji durian tersebut dapat diekstraksi dan diambil patinya. Dalam sebuah penelitian diketahui bahwa rendemen Pati yang diperoleh dari biji durian tepatnya pada bagian kotiledon adalah sebesar 18,46%. Melihat cukup tingginya kandungan pati dalam biji durian maka biji durian cukup potensial untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku bioethanol.
Adapun proses pembuatan bioethanol berbasis biji durian hampir sama dengan proses pembuatan bioethanol lain yaitu meliputi ekstraksi pati dari biji durian, hidrolisis pati menjadi glukosa, fermentasi glukosa menjadi Bioethanol, destilasi dan dehidrasi. Dari rangkaian proses tersebut akan dihasilkan Bioethanol berkadar kemurnian 95 % yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan.
Salah satu rangkaian proses pada pembuatan bioethanol berbasis biji durian adalah fermentasi glukosa menjadi bioethanol. Proses peragian atau fermentasi gula menjadi bioetanol dilakukan dengan menambahkan yeast atau ragi. Pada tahun 1815, Gay-Lussac memformulasikan konversi glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Formulanya sebagai berikut :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Pati yang telah dipecah menjadi glukosa difermentasi secara anaerob dengan yeast untuk menghasilkan etanol. Pada proses tersebut, mikroorganisme yang dilibatkan adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae adalah khamir yang telah memahat sejarah dalam kehidupan dunia. Khamir ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan (sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman sebagai mikroorganisme fermentasi bir dan anggur (Narita, 1997).
Pada kondisi anaerobik yeast mampu memetabolisme (memfermentasi) gula menjadi alkohol dan pada kondisi aerobik yeast mengguanakan gula ini untuk pertumbuhan. Pada umumnya yeast tumbuh pada medium asam (pH 3,5-7) dan optimal pada suhu 20-30 0C dan dalam kelembaban antara 60% dan 90% (Tim Penulis, 2002).
Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bahan kemudian dialirkan ke dalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27-32 0C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan bioethanol sampai kandungan bioetanol dalam tangki mencapai 8- 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi (Asep, 2007).
Untuk mendapatkan hasil etanol yang optimal, maka dapat dilihat pada aktifitas khamir Saccharomyces cerevisiae. Efek hambatan bioetanol dalam medium tergantung pada laju pertumbuhan spesifik dan dari strain spesifik yeast Saccharomyces cerevisiae dalam fermentor (Utami, 2001).
blogwalking...
BalasHapus