Titipan Allah Part 2

Posting Komentar

Tiap anak punya sejarahnya masing-masing. Bahkan meskipun terlahir dari rahim yang sama, kisah kehamilan bisa berbeda antar anak satu dengan lainnya. Seperti hal nya Agha dan Affan, duo sholihku tersayang yang punya cerita  berbeda di tiap episodenya.

Mereka berdua berjarak 23 bulan, lebih mudah aku menyebutnya selisih dua tahun. Agha terlahir di bulan November, Affan di bukan Oktober dua tahun setelahnya. Cerita tentang kehamilan Agha sudah saya kupas sebelumnya. Kali ini waktunya menceritakan perjalaan sembilan bulan Affan di dalam kandungan.

Waktu itu, aku tidak tahu kalau aku hamil anak kedua. Apalagi menstruasiku memang tidak teratur sedari dulu. Saat ibu, bude dan bulek sudah mulai merasa banyak perubahan pada diriku, dan mereka mengatakan kemungkinan aku hamil lagi, barulah aku melakukan test pack. Masih ada tiga buah alat test pack murah meriah sisa zamannya Agha yang bisa kugunakan.

Saat bangun pertama di pagi hari, aku melakukan test tersebut. Dengan hati yang dag dig dug der kulihat hasilnya. Dua garis. Positif. Aku hamil. Agha punya adik. Usianya baru sekitar 15 bulan. Berbagai pikiran berkecamuk. Rasa takut tak bisa mendidik dan tak bisa berbagi kasih sayang dengan baik hilir mudik di pikiran. Tapi buru-buru kubuang segala macam pikiran negatif. Aku menggafirmasi diriku sendiri bahwa dengan adanya adik janin di perutku, artinya Allah percaya pada kami. Allah memberikan tambahan amanat yang harus kami jaga, didik dan fasilitasi dengan baik.

Alhamdulillah, kegundahan hati itu sudah terlewati. Aku sudah siap dengan segala apapun yang akan terjadi. Aku meyakinkan diri dan berpasrah pada Allah. Bersyukur atas amanat dan kepercayaan langsung dariNya. Aku pun menghubungi Pak Suami di luar kota via Whatsapp mesenger. Karena memang pernikahan kami masih berbatas jarak, lintas kota lintas provinsi.

Waktu berlalu. Trimester pertama kulalui dengan aman terlendali. Tak pelu ada drama pagi. Tak perlu ada cerita memuntahkan makanan. Semuanya berjalan amat normal. Aku doyan makan, bahkan saat hamil kedua ini aku menjadi doyan susu kedelai. Padahal sebelumnya aku tak bisa mentolelir aroma khasnya sama sekali.

Sembari menjaga janin dalam kandungan, aku tetap rutin menyusui kakaknya, Mas Agha. Sebenarnya banyak sekali yang menghimbau untuk aku menyapih Agha. Tapi aku yakin bahwa aku mampu menjalankan keduanya. Aku ingin tetap memberikan yang terbaik untuk Agha dan adek bayi dalam perut.

Dokter kandungan yang menangani kehamilanku pun menyarankan untuk berhenti menyusui. Alasannya demi perkembangan janin secara optimal. Aku hanya mengangguk mendengarkan, tapi riil nya aku mantap menjalankan keduanya, ya menjaga kehamikan ya menyusui. Bahkan jika memang memungkinkan harus tandem nursing, aku siap insyaallah.

Minggu berganti bulan dan terus melaju ke depan. Kehamilanku memasuki usia enam bulan. Pada bulan inilah aku memutuskan untuk menyapih Agha. Alasannya karena memang perutku mulai terasa sering komtraksi tiap kali menyusui.

Satu minggu proses menyusui dengan cinta memberikan hasil yang luar biasa. Tak perlu waktu lebih lama lagi untuk menyapih Agha. Sekali lagi aku bersyukur. Betapa Allah luar biasa baik. Selama hamil kedua ini, alu merasa pertolongan Allah yang teramat nyata.

Di usia sembilan bulan, kami mulai cemas lantaran satu minggu setelah HPL, belum ada tanda-tanda getaran cinta dari adek bayi. Saat konsultasi ke dokter, dokter menyatakan kalau sampai satu minggu terlewat belum lahir juga maka harus ngamar, treatment khusus.

Dua hari setelah konsultasi, getaran cinta datang. Ada bercak darah disertai dengan kontraksi yang teratur sejak pagi. Kali ini posisi suami di rumah, berulangkali mengusap-usap punggung untuk mengurangi rasa sakit. Agha yang melihat aku bolak balik miring kanan kiri ikut memijit kaki. Aih, terenyuh melihat Agha seperti itu. Sebenntar lagi kamu punya adik ya Gha.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, aku menunda untuk cepat-cepat ke rumah sakit. Meski sebenarnya suami sudah menelpon pihak RS yang kami pilih. Aku masih menundanya untuk berangkat. Aku ingin berangkat dengan pembukaan yang sudah mendekati sempurna.

Nyatanya, getaran cinta sudah datang lebih teratur. Perut mulas tak karuan. Akhirnya suami memutuskan untuk segera ke RS sekitar jam sebelas siang dengan mobil tetangga yang kami sewa. Di luar dugaan, ketubanku pecah saat perjalanan. Ibu mulai panik. Suami pun begitu, tapi jauh lebih tenang.

Saat melintas di jalanan Pakisan, ternyata macet. Ada pengecoran jalan. Dalam kondisi seperti ini, suami turun untuk meminta diberikan jalan terlebih dulu. Alhamdulillah pengatur jalaan memberikan keleluasaan untuk kami lewat lebih dulu.

Sekitar setengah jam, kami tiba di RS. Karena ruang persalinan penuh, maka aku ditempatkan di ruang UGD. Setelah dicek ternyata sudah pembukaan sempurna. Ditemani ibu dan suami, aku pun mulai mengejan. Persis seperti persalinan pertama, aku kurang panjang dalam mengejan.  Ngos-ngosan.

Dalam keadaan panik melihat aku yang tak kunjung kuasa satu kali tarikan nafas saat mengejan, suami marapelkan doa-doa, sholawat dan surat alfatihah. Ada yang membuatku tertawa melihat suami seperti itu, terutama saat suami merapelkan doa sebelum makan di luar sadar. Ternyata kondisi penik memungkinkan doa apa saja terucap.

Sekitar setengah jam berusaha mengejan, akhirnya bayi mungil kami melihat dunia untuk pertama kali. Bb lahir nya waktu itu 3850 gram dengan panjang lahir 50 cm. Bayi montok itu yang nantinya kami beri nama Hayyan Ahmad Affandi. Doa kami semoga menjadi anak yang sholih dan berdaya. Amin.


Titipan Allah Part 1
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar