Toilet Bau

Posting Komentar
Deru suara motor ayah memasuki rumah. Adit berlari menyambut ayah dengan kostum rapi, lengkap dengan topi.

"Ayah, Adit sudah siap, ayuk berangkat," ucap Adit sambil bergrlayut manja ke ayahnya.

"Iya, Adit rapi banget, tapi ayahnya masih buluk, ayah siap-siap dulu ya."

"Jangwn lama-lama lho, Adit nggak suka nungguin kelamaan," kata Adit menirukan gaya kalimatku tiap kali menunggu ayahnya.

Ayah tertawa mendengarnya dan berlalu ke kamar mandi.

Weekend ini ayah berjanji mengajak kami jalan-jalan ke Gedung Serba Guna di dekat alun-alun. Ada bazar buku disana. Aku senang sekali menanggapi ajakan ayah.

Sejak pagi aku sengaja merapikan rumah dengan cepat, masak nasi goreng telur kesukaan ayah untuk sarapan dan menyuruh Adit mandi lebih pagi. Urusan cuci mencuci sengaja kutunda besok, agar aku tak terlalu lelah sehingga bisa lebih fit dan fresh.


Jam sembilan Adit sudah siap. Aku pun demikian, sudah mandi dan berdandan. Tapi justru yang mengajak belum juga kelihatan sejak usai sarapan tadi. Aku kira ayah mengeluarkan motor hanya untuk memanaskan mesin, tapi cukup lama dan baru saja kembali. Aku sebal sekali.

"Ayah dari mana sih?" tanyaku jutek melihat ayah masih buluk dan keringetan.

"Wih, Mama cantik banget, mana harum banget."

Ayah berusaha mengalihkan perhatian melihat mukaku yang sudah seperti nenek lampir.

"Aku tuh nanya Yah, malah nggak dijawab."

"Jangan cemberut gitu ah, nanti cantiknya hilang lho."

"Ayah tadi niatnya cuma mau manasin mesin, ternyata bensinnya mau habis jadi sekalin beli bensin. Terus di jalan ayah ingat oli nya waktunya ganti, jadi sekalian jalan deh."

"Emangnya lain kali nggak bisa?" tanyaku masih sewot.

"Sekalian Ma, kan satu arah."

"Tapi jadinya kelamaan kan, nanti kita kesiangan."

"Masih jam sembilan Mama sayang, ayah kan kemaren bilang kita berangkat jam sepuluh."

Mendengar jam sepuluh, aku jadi malu. Aku terlalu bersemangat. Padahal memang Ayah mengajak keluar jam sepuluh.

"Ya sudah cepetan mandi."

Ayah pun tersenyum dan beranjak ke kamar mandi.

Sebelum jam sepuluh kami sudah melaju di jalan. Ayah mandi super singkat. Aku menyebutnya mandi bebek.

Sekitar dua puluh menit perjalanan kami sampai di lokasi. Kami mengikuti alur jalan yang diskenario oleh panitia. Kami hampir berhenti di tiap stan. Aku sudah menenteng satu buku yang sudah kubayar di stan paling depan. Buku 30 Days Emak Mendongeng Jilid 1. Buku ini sengaja kupilih untuk kujadikan bahan mendongeng bersama Adit. Tampilan depannya menarik, begitu pun dengan blurb di belakang sampul.

Tiba si stan memanah anak-anak, Adit minta untuk diizinkan main. Aku pun mengiyakannya. Hampir tiga pulih menit Adit asik bermain panahan. Ia baru berhenti saat hasrat untuk pipis menyerang.

"Ma, Adit pengen pipis." ucap Agha dengan terburu-buru.

"Sebentar, Mama tanya sama penjaga stan dimana toiletnya."

"Cepet Ma, Adit sudah kebelet, nanti pipis di celana."

Kata penjaga stan panahan, toilet ada di dekat pintu masuk. Aku pun mengajak Adit ke toilet. Ayah masih ngobrol seru di stan herbal dengn teman SMA nya yang sudah bertahun-tahun tak bersua.

Di perjalanan Adit mengajakku berlari. Aku mulai sebal dengan adegan ini. Ini salah satu kebiasaan buruk Adit jika terlalu asik dengan sesuatu. Pipis pun bisa lupa, baru tersadar saat sudah tak tertahankan.

Sesampai di toilet, aku sempat bingung mau masuk ke toilet yang mana. Hanya ada dua toilet. Tapi tak ada penanda laki-laki maupun perempuan. Bebas. Akhirnya aku memilih yang nampak sedikit lebih bersih. 

Adit bergeming. Tak bergerak satu senti pun dari terakhir kali dia berhenti

"Dit, ayuk buruan katanya kebelet." kataku tak sabaran melihat tingkah Adit.

"Ma, nggak mau disini, toiletnya bau."

"Dit, toiletnya cuma ada dua ini, buruan keburu pipis di celana." kataku menggegas.

"Tapi Adit mual Ma, toiletnya bau, mau muntah," seru Adit sembari memencet hidungnya kuat-kuat untuk menghalau bau.

Tetiba aku teringat kejadian sekitar satu tahun lalu. Adit menghilang di pasar yang berawal dari bau. Ternyata memang Allah memebrikan kepekaan hidung yang luar biasa ke Adit. Aku membuang nafas keras. Entah, harus mendengus kesal atau bersyukur Aditku seperti ini. Tapi, buru-buru aku mengucap istighfar.

"Ya udah, Adit mau nya gimana?" tanyaku lembut, berusaha membuang jauh emosi yang sempat hadir.

"Adit mau ke toilet lain aja," katanya dengan memelas.

Aku berpikir keras. Aku harus bisa merayu Adit, sembari lerlahan membiasakan dia dengan keaadaan apapun.

"Dit, kalau tetap disini tape pake masker, bisa membantu kah?" tanyaku merayu.

"Mama takitnya gak cukup waktunya, nanti malah Adit ngompol, kan malu."

"Tapi Ma..." rengek Adit.

"Dit, kalau keluar dari sini, berarti kan harus telpon ayah dulu, kunci motornya di ayah." 

"Belum lagi, ke parkiran cukup jauh, kalau ngompol gimana?" sekali lagi kutegaskan kata ngompol.

"Hmmmm, ya udah deh Ma, tapi pakau masker."

"Oke, ini pakai masker Mama."

Aku mengeluarkan maker motif bunga dan kupakaikan pada Adit. Adit masuk bersamaan dengan aku untuk memastikan dia bersuci dengan bersih dan benar.

Adit pipis dengan singkat. Tentunya dengan posisi jongkok, seperti yang selama ini kuajarkan. Bersuci sendiri dengan air keran. Setelahnya ia keluar dan mengajakku untuk segera menjauh dari toilet.

Setelah agak jauh dafi toilet, Adit melepas maskernya dan bernafas dengan bebas. Ada aura lega di mimik mukanya yang membuat aku tertawa geli. Aditku yang lucu. Pasti Allah punya rencana di balik kepekaan hidungnya yang luar biasa. Tak lupa, aku berdoa untuk kebaikan Adit di masa depan.

#TantanganOdop2 #Part2
#Onedayonepost
#OdopBatch6
#Fiksi
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar