Mister Oksi

Posting Komentar
Aku bosan sekali di dalam rumah. Sudah hampir satu minggu aku terkurung disini. Ayah melarangku keluar rumah. Aku juga tidak berani melanggarnya.
Dulu, sekitar 6 bulan yang lalu, pernah sekali aku nekat keluar rumah, melanggar perintah ayah. Aku diam-diam keluar rumah  saat ayah tidak ada, waktu itu aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar, menemui temanku di ujung gang. Belum jauh kaki melangkah, tiba-tiba kepalaku pusing, nafasku sesak dan tersengal, dan semuanya gelap. Namun aku masih bisa mendengar alarm otomatis tanda bahaya di tubuhku berbunyi, dan ayah datang secepat kilat.
Saat tersadar, aku sudah berada di dalam kamar intensif. Hidungku disambungkan dengan selang. Kamar tempatku berada dikelilingi kaca. Aku bisa melihat ayah mondar mandir ke kanan dan ke kiri. Saat melihatku tersadar, ayah segera masuk dan memarahiku habis-habisan. Aku mengkeret dan menangis.
Waktu itu aku baru tahu, ternyata kotaku benar-benar sudah tidak aman. Pencemaran udara dimana-mana. Oksigen sudah sangat jarang ditemui,  harganya sangat mahal dan termasuk komoditas yang pembeliannya diatur oleh pemerintah, tidak dijual bebas. Tiap keluar rumah, kami harus menggunakan tabung khusus di punggung yang dihubungkan dengan hidung, namanya tabung oksi. Warnanya perak dan untuk anak seumuranku, tabung itu cukup berat.
Pilihan lain selain tabung oksi adalah kendaraan khusus untuk berada di luar rumah, bentuknya seperti kapsul yang hanya bisa memuat 4 orang. Kendaraan ini melindungi kita dari pencemaran udara karena berisi oksigen yang disuntikkan. Kendaraan ini juga bisa melindungi kulit dari sengatan matahari yang sangat garang. Namanya mobil Sigen. Sayangnya, tiap keluarga hanya boleh punya 1 Sigen, dan hanya orang dewasalah yang boleh mengendarainya. Negriku memang penuh dengan aturan. Kata ayah itu karena untuk mengurangi resiko kehancuran bumi yang semakin dekat.
Semua rumah di negriku bentuknya kubus, terbuat dari bahan khusus yang didesain untuk menyimpan oksigen dan menolak udara lain selain oksigen. Itulah mengapa di dalam rumah, kami aman. Tanpa perlu menggunakan tabung oksi. Tiap rumah selalu dilengkapi dengan kamar intensif. Kamar yang digunakan untuk rehabilitasi karena kekurangan oksigen. Satu bulan sekali rumah-rumah kami disuplai oksigen oleh dewan kota. Ada Mister oksi yang selalu rajin di awal bulan mengirimkan oksigen bersih ke rumah kami. Aku menyebutnya pahlawan Oksigen.
Aku sangat menyukai Mister Oksi, orangnya ramah dan humoris. Aku selalu senang jika ia datang. Sambil mengisi oksigen di rumah, Mister Oksi bercerita tantang sejarah bumi dan negri kami. Kata mister Oksi, dulu negri kami sangat nyaman. Ada banyak pohon, buah beraneka macam, bunga berwarna-warni cantik, hutan yang masih perawan dan oksigen bebas dimana-mana. Anak-anak bisa bermain kesana kemari di luar rumah. Matahari paginya hangat menyapa tiap warga. Itu sudah sekitar 100 tahun yang lalu. Mister Oksi pun tahu dari cerita orangtuanya.
Negri kami menjadi seperti sekarang ini karena keserakahan. Keserakahan penduduk dan pemerintahnya. Demi mengejar pundi-pundi uang, pabrik berdiri dimana-mana. Perumahan dibangun sampai tdak menyisakan sedikit pun lahan untuk menanam, hutan sudah tinggal kenangan, pohon-pohon banyak yang ditebang, yang tersisa pun mati karena tidak bisa bersahabat dengan udara yang beracun dari pabrik-pabrik yang super canggih dan modern. Awalnya masih biasa saja karena kami masih bisa mendapat suplai udara segar dan makanan dari negri-negri tetangga. Namun ternyata negri tetangga pun mengalami hal yang sama. Kemajuan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Hingga akhirnya seperti inilah nasib kami. Terkurung dalam rumah kubus. Meskipun dilengkapi dengan teknologi super canggih, tetap saja bagiku ini sangat membosankan.
Oh ya, pernah sekali Mister Oksi terlambat hampir satu minggu dari jadwal kedatangan, rasanya untuk bernapas di dalam rumah pun sesak. Alu sangat sedih, lebih karena aku ingin mendengarkan ia mendongeng, berkisah tentang negri kami di masa lampau.
Kalian tahu, di negri ini satu rumah hanya boleh dihuni maksimal oleh 3 orang. Ayah ibu dan seorang anak. Ada perhitungan khusus terkait ini, sehingga oksigen bisa mencukupi seluruh penghuni rumah selama satu bulan. Jika ada tamu, maka ayah akan mengatur ulang pemprograman rumah dan menggunakan oksigen cadangan. Dalam 1 bulan hanya boleh bertamu satu kali ke rumah tetangga. Selebihnya orang-orang dewasa biasa berkumpul di auditorium kota, tiga bulan sekali. Entah apa yang mereka bicarakan.
Di negri ini, kota yang bisa menghasilkan oksigen menjadi kota terkaya di negriku, bahkan di dunia. Dan aku tahu hanya ada satu kota yang bisa menghasilkan oksigen. Kota yang sangat nyaman. Namanya kota Otu. Kota ini diselubungi selaput tipis yang menangkal udara kotor dari luar kota. Sehingga udara benar-benar bersih. Oksigen murni yang dikirimkan Mister Oksi diproduksi di kota ini.
Aku pernah berkunjung kesana dua tahun lalu, saat usiaku 5 tahun. Ayah mengajakku bertamasya. Dan untuk pertama kalinya aku bisa melihat pohon secara nyata, bukan hanya di gambar atau divisualisasikan lewat film dokumenter. Untuk pertama kalinya pula aku bisa melihat tanaman padi dan merasakan nasi. Makanan nenek moyangku dulu. Ternyata rasanya sangat enak, lezat sekali. Selama ini, aku hanya makan satu kapsul energi setiap hari. Itu bisa mencukupi kebutuhan tubuh dalam sehari. Aku tidak mengenal makanan lain selain kapsul ini. Aku ingin tinggal dan menetap di kota Otu. Tapi ternyata tidak semua orang bisa tinggal disana, persyaratannya sangat susah jika bukan warga asli kota Otu. Ayahku pun tidak mungkin mengijinkannya, ayah termasuk bagian dari dewan kota tempatku tinggal.
Ayah seorang ilmuwan, yang bertugas menemukan alat-alat canggih dan terobosan baru untuk mempermudah hidup kami. Salah satu hasil temuannya adalah alarm khusus tubuh yang akan berbunyi jika kekurangan oksigen. Alarm itu akan terhubung dengan orang lain, bisa ayah, ibu atau siapapun sesuai pengaturan.
Proyek terbaru ayah kemaren adalah menemukan pengganti oksigen. Namun dari beberapa penelitian ternyata oksigen memang tidak tergantikan. Akhirnya dewan kota memutuskan proyek itu dihentkan, diganti dengan proyek pembuatan replika kota Otu, meniru teknologinya dan pelan-pelan mengadopsinya sehingga kota kami bisa mandiri menghasilkan oksigen dengan menanam pohon-pohon. Tanah dan bibit pohon diperoleh ayah dari kota Otu. Ternyata bukan hanya kotanya yang nyaman, penduduk kota Otu juga baik hati dan mau berbagi. Aku senang sekali dengan proyek ini, karena aku jadi sering diajak ayah ke kota Otu, aku juga berharap ayah bisa menjadi pejuang oksigen yang nantinya terus bermanfaat untuk keberlangsungan kota kami dan juga keberlangsungan bumi. Semoga proyek ayah kali ini berhasil 101 persen.

#KelasMenulisCeritaAnak
#KelasMCA
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar