Pagi yang cerah.
Matahari bersinar indah. Tanah di halaman rumah masih agak basah
karena hujan semalam. Musim memang sudah tidak bisa lagi
diperkirakan. Panas menyengat di siang hari, bisa tiba-tiba berubah
menjadi hujan lebat di sore hari. Menurut penanggalan, bulan ini
memasuki musim kemarau, tapi masih hampir tiap malam hujan mengguyur
kota. Fatih sangat senang tiap hujan datang bersamaan dengan petir.
Ia akan duduk di ruang tamu menghadap jendela, menikmati kilatan
cahaya petir.
“Kenapa Fatih suka
sekali jika ada petir Nak?” tanya mama suatu ketika.
“Karena Fatih
merasa Allah sedang memfoto kita dan alam Ma,” jawab Fatih singkat
dan padat. Jawaban Fatih justru membuat mama terkejut karena di luar
dugaan mama. Usia Fatih baru sembilan tahun, tapi jawaban-jawabannya
seringkali mebuat mama takjub dan geli. Bahkan pertanyaan yang
dilontarkan tak jarang membuat dahi mama berkerut-kerut.
Fatih adalah anak
pertama dari dua bersaudara. Adiknya hanya selisih dua tahun darinya,
Fandi namanya. Fatih seringkali mengajak Fandi menjalankan misinya di
hari libur. Dan Fandi sangat menikmati tiap hal yang dikerjakan
dengan kakaknya. Seperti hari ini, misi Fatih adalah mengamati
jamur-jamur yang tumbuh di pekarangan rumah. Karena hujan yang terus
menerus ini, banyak jamur bermunculan. Kebetulan di pekarangan rumah
Fatih, ada kayu pohon yang telah mati dan tergeletak begitu saja. Di
kayu itu jamur bermekaran seperti bunga di taman.
Setelah sarapan,
Fatih dan Fandi sesegera mungkin membereskan piring kotornya dan
menyiapkan alat yang akan digunakan. Alat yang digunakan hanyalah
kaca pembesar yang dibelikan ayahnya beberapa tahun lalu, itupun
hanya satu buah. Biasanya mereka menggunakannya bergantian. Melihat
Fatih dan Fandi yang sangat bersemangat, mama bertanya pada mereka,
“Apa yang akan
kalian lakukan hari ini?”
“Kami akan melihat
jamur-jamur di pekarangan rumah ma,” kata Fatih.
“Mama harus lihat! ada banyak sekali jamur yang tumbuh lho di sebelah rumah,” lanjut
Fandi bersemangat.
“Benarkah? Mama
boleh ikut kalian?” tanya mama meminta bergabung.
“Tentu boleh dong
ma,” jawab Fatih dengan mata berbinar namun tetap kalem.
“Asik, mama mau
ikut,” celoteh Fandi sambil melompat-lompat.
Mereka bertiga
berjalan beriringan ke pekarangan rumah. Fatih segera mendekati kayu
pohon yang telah mati, melihat jamur tersebut dan berpikir. Entah apa
yang dipikirkan. Fandi memilih memetik beberapa jamur. Fatih pun
mengikuti apa yang dilakukan Fandi, memetik jamur dan membauinya.
“Ma, apakah jamur
itu bagian dari pohon? Bagian dari tumbuhan?” tanya Fatih dengan
dahi berkerut-kerut. Mama paling suka momen ini. Saat Fatih banyak
bertanya karena penasaran dengan apa yang dilihatnya. Minggu lalu
yang diamati Fatih adalah bunga kertas yang berbeda warna dalam satu
pohon. Mama tersenyum sebelum memberikan jawaban.
"Bukan Nak, Jamur adalah organisme lain, sama-sama makhluk hidup."
"Oh ya? berarti sama seperti pohon?" Fatih melanjutkan pertanyaannya.
"Bukan Nak, Jamur adalah organisme lain, sama-sama makhluk hidup."
"Oh ya? berarti sama seperti pohon?" Fatih melanjutkan pertanyaannya.
“Jamur tidak sama
dengan pohon Fat, jamur bukanlah tumbuhan,” jawab mama sembari
mencari dan memilih kata yang paling sesua untuk menjelaskan. Fatih
masih menunggu kelanjutannya. Fandi asik dengan jamur-jamur di
tangannya. Ia sengaja membawa keranjang kecil untuk wadah, memetik beberapa dan menaruhnya
di keranjang.
“Kalau tumbuhan
punya klorofil untuk membuat makanannya sendiri, kalau jamur tidak
Fat. Jamur itu konsumen seperti kita, jamur dapat makanan dari lingkungannya, jamur juga bermacam-macam lho, ada yang bisa dimakan ada juga yang beracun," lanjut mama.
Dahi Fatih makin berkerut-kerut. Fandi masih tidak peduli dengan apa yang disampaikan mama, sesekali ia menginjak-injak jamur yang dipetiknya sampai hancur lebur dan membaui aromanya.
"Sekarang lihat, jamur di pohon ini, warnanya putih dan bersih," kata mama sambil menunjuk beberapa jamur, "ini ciri-ciri jamur yang bisa dimakan. Jadi Fatih dan Fandi bisa memetik semuanya untuk makan siang kita nanti."
"Kalau yang beracun seperti apa ma?" tanya Fatih masih penasaran. Ia bertanya tapi tangannya aktif mengamati jamur dengan kaca pembesar. Mengamati bentuk dan struktur jamur.
"Kalau jamur yang beracun biasanya warnanya mencolok seperti merah, ungu, biru dan warna terang lainnya. Selain itu jamur yang beracun juga baunya menyengat, busuk dan ada cincin di bagian pangkalnya"
"Ma, jamur yang Fatih pegang sekarang ini persis seperti yang biasanya mama masak ya?" Fatih baru menyadarinya.
"Iya, yang Fatih pegang ini sejenis dengan yang biasa mama masak. kalau yang biasa mama masak namanya jamur tiram. Jamur tiram termasuk bagian dari jamur kayu, tapi sudah dibudidayakan oleh manusia," jawab mama.
Fatih makin asik dengan jamurnya. Ia mencatat beberapa hal yang ia temukan. berkali-kali menggunakan kaca pembesar. Fandi yang sudah mulai bosan dengan aktivitasnya mulai meminta untuk mengakhiri aktivitas pagi itu.
"Sudah yuk, Fandi sudah dapat banyak nih, jamurnya bisa mama masak jadi sop jamur yang lezat," kata Fandi masih dengan keriangannya.
Fandi dan mama akhirnya mengakhiri pengamatan jamur pagi itu dan meninggalkan, tapi Fatih meminta waktu lebih lama lagi.
"Ma, minggu depan, kita cari jamur yang beracun ya, Fatih penasaran," pinta Fandi sebelum mama dan Fandi meninggalkannya. Mama membalasnya dengan senyuman dan anggukan, dan menunjukkan jempol tangan kanan yang berarti oke. Fatih ikut tersenyum melihatnya.
Fandi dan mama akhirnya mengakhiri pengamatan jamur pagi itu dan meninggalkan, tapi Fatih meminta waktu lebih lama lagi.
"Ma, minggu depan, kita cari jamur yang beracun ya, Fatih penasaran," pinta Fandi sebelum mama dan Fandi meninggalkannya. Mama membalasnya dengan senyuman dan anggukan, dan menunjukkan jempol tangan kanan yang berarti oke. Fatih ikut tersenyum melihatnya.
Posting Komentar
Posting Komentar