FATIH BERMAIN CONGKLAK

Posting Komentar

Hari yang begitu indah, matahari bersinar cerah, udara pun segar tak membuat gerah. Fatih sedang duduk di kursi depan, mengamati daun bambu di kejauhan yang bergoyang-goyang terbawa angin. “Ma, daunnya bergerak-gerak tuh,” teriak Fatih masih duduk manis. Mama yang mendengarnya menyahut dari dalam rumah, “iya itu karena tertiup angin.” Mama pun melanjutkan aktifitasnya, melipat baju sembari mendengarkan pengajian di salah satu stasiun televisi kenamaan. “Ma, sini, ayo main kerikil.” kata Fatih meminta perhatian mamanya. “Sebentar ya sayang, tinggal lima baju lagi,” kata mama masih sibuk dengan pakaian di depannya. Fatih yang mendengarnya menggerutu dan menanggapi, “cepetan ya ma.”
Setelah semua baju terlipat rapi, mama mendatangi Fatih yang kini sudah pindah ke halaman, mengumpulkan kerikil kecil dan dimasukkan ke truk mainan. “Kesayangan mama main apa nih?” tanya mama mulai ikut main dengan Fatih. “Fatih mau buat rumah ma, kayak pak kaji, beli batu dulu ya,” jawab Fatih menirukan apa yang dilihatnya kemaren. Tetangga rumah mereka, pak Kaji, kemaren sore memebeli batu kali untuk pondasi pembuatan rumah. Batu-batu itu diangkut dan dibawa oleh truk.

Fatih berulang kali membongkar dan memasukkan kembali kerikil-kerikil kecil ke dalam truk. Karena terlihat bosan, mama mengajak Fatih untuk bermain yang lain. “Fat, mama punya mainan baru lho,” seru mama memancing Fatih agar tertarik. “Wah, asik, mainan apa ma?” tanya Fatih. “Namanya mainan congklak,” jawab mama singkat. “Mana ma?” Fatih mulai tertarik dan tak sabar menanti mainan apa yang dimiliki mama. “Kita buat bareng-bareng yuk,” seru mama pada Fatih yang dijawab dengan anggukan mantap, “Ayok.”
Mama beranjak dari depan rumah, menggandeng Fatih ke samping rumah. Mencari halaman rumah yang tidak dirabat, masih berbentuk tanah. Mama mulai mengambil batu sedang seukuran kepalan tangan dan mulai membuat lubang di tanah dengan batu. Fatih yang melihat mama, ikut menirukannya. “lubang ini untuk apa ma?” tanya Fatih masih belum paham dengan mainan barunya. “Lubang ini nanti untuk main congklak, nanti mama ajari,” jawab mama masih dengan gerakan menumbuk tanah sampai berbentuk cekungan.
Mama dan Fatih berhasil membuat dua belas lubang. Lima lubang saling berpasangan dan berhadapan dengan lima lubang lainnya, dua lubang lain yang lebih besar ada di masing-masing ujung tengah barisan. “Alhamdulillah, sudah bisa digunakan nih Fat,” kata mama pada Fatih. Mendengarnya, Fatih kegirangan. “Sekarang kita hitung kerikil ini, masing-masing lubang kita isi dengan lima kerikil ya Fat,” lanjut mama sembari memperhatikan Fatih mengisi lubang-lubang di tanah dengan kerikil. “Yang ini juga ma?” tanya Fatih. “Nggak sayang, yang diisi hanya sepuluh lubang ini, dua lubang yang besar jadi markas persembunyian tentara kerikil, satu milik mama, satunya milik Fatih” jelas mama.
“Yeay, sudah terisi semua ma,” teriak Fatih berbinar-binar, “terus diapain lagi ini ma?” lanjut Fatih. Mama tersenyum dan mulai menjelaskan aturan mainnya. Fatih manggut-manggut mendengarkan, seolah ia benar-benar mengerti. Mama dan Fatih suit untuk menentukan siapa yang lebih dulu main. Giliran pertama menjadi kesempatan mama. Mama mencontohkan cara mainnya, mengambil kerikil dan membaginya satu persatu berurutan mengikuti barisan lubang, terus seperti itu sampai menemukan lubang kosong, yang berarti permainan mama harus berhenti, beralih ke giliran Fatih. Tak lupa mama mengisi lubang markas setiap perjalanan kerikil melewatinya. Setelah empat kali berputar terus menemukan lubang penuh terisi kerikil, akhirnya mama menemukan lubang kosong juga. Kini giliran Fatih. Fatih menyerap semua apa yang dijelaskan dan dicontohkan mama. Memainkannya dengan baik, tapi dalam satu kali putaran Fatih langsung menemukan lubang kosong. Permainan berpindah lagi ke tangan mama.

 Fatih sangat menikmati permainan ini, karena baru pertama kalinya mama mengenalkannya. Fatih tak peduli dengan tangannya yang menghitam terkena tanah, untung saja kuku-kukunya sudah dipotong mama siang kemaren sehingga tanahnya tidak terperangkap di bawah kuku. Mama mengajak Fatih untuk mengakhiri permainan karena jam sudah di angka sebelas. Waktunya mama masak, namun Fatih belum mau berhenti. Untungnya Asva, sepupu Fatih datang dan menantang Fatih untuk lawan main congklak. Mama pun bisa meninggalkan mereka berdua ke dapur. Asva dan Fatih bermain congklak bersama dan terlihat sangat senang.
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar