No Gadget No Screen

Posting Komentar
Malam ini seperti biasa, sehabis maghrib sembari menyusui Affan, saya melantunkan ayat-ayat Alquran dari beberapa surat pendek, surat makiyah. Bacaan saya balik, dari belakang merangkak ke depan, dari an-nas, al-falaq terus melaju, pelan tapi pasti sampai pada surat an-nasr, kemudian saya ulang lagi, berkali-kali. Agha di sebelah Affan yang asik dengan mainan legonya ikut menirukan tiap-tiap ayat yang saya baca, meskipun masih cadel dan terbata-bata khas anak kecil. Saya takjub, bersyukur, apalagi jika mengingat beberapa bulan lalu Agha belum bisa berceloteh, masih sekedar mengoceh / cooing.



Bulan ini usia Agha tepat 2.5 tahun. Di usianya yang sekarang banyak sekali kemajuan tunbuh kembangnya, dari mulai kemampuan berbahasa, kognitif dan motorik baik motorik kasar maupun halus. Dari sekian banyak perkembangannya, kemampuan berbahasanya melaju pesat. Ia sudah bisa merangkai kalimat dengan menggunakan 3 kata atau bahkan lebih. Sudah bisa menjawab apa-apa yang orang dewasa tanyakan. Sudah bisa menyampaikan apa keinginannya. Pernah suatu ketika ia berlari menghampiri bundanya saat mendengar bundanya mau menyiapkan MPASI untuk adek Affan.

"Unda, Agha juga lapar, makan nasi," kata Agha sambil acting memegang perut.

"Oh, Agha lapar juga tho, mau makan nasi pakai apa sayang?" tanya bunda sembari tersenyum geli melihat tingkahnya.

"Makan nasi pakai telur sama sosis digoreng,"

"Ok, siap Pak Bro."

"Bukan pak bro, tapi mas Agha," kata Agha membenarkan sembari mendengus kesal dan kembali ke mainannya, beraneka macam kereta dari lego dan puzzle. Agha memang selalu sebal jika dipanggil pak bro, baginya panggilan yang paling keren adalah "Mas Agha".

Sekali lagi syukur ini kuhaturkan pada Sang Pemberi Kecerdasan, Allah atas Rahman dan Rahimnya. Betapa Allah maha pengatur segalanya. Tidak ada yang tidak mungkin bagiNya. Secara teori, usia 18 - 24 bulan anak sudah menguasai sekitar 20 kata. Tapi Agha sama sekali belum bisa berbicara saat usianya 20 bulan, Saat teman-teman seusianya atau bahkan lebih kecil sudah sangat lancar mengucapkan ma, pa, yah, mam, pipis dan lain sebagainya. Agha masih hanya mengoceh seperti bayi kecil dan mengucapkan mbah sebagai kata pertamanya. Bunda mana yang tidak galau mendapati anaknya tertinggal jauh dari teman-teman seusianya. Tidak ada maksud sama sekali untuk membandingkan dengan teman sebayanya, hanya sebagai antisipasi, jika Agha memang tertinggal dan kemampuan bicaranya tidak sesuai usianya, langkah apa yang harus diambil.

Waktu itu, saya sempat takut Agha masuk kategori speech delay. Berbagai referensi saya baca, masukan dan saran dari teman saya dengar.  Saya agak tenang saat menyadari bahwa Agha sangat responsif dalam berkomunikasi, yang artinya secara pendengaran dan otaknya, ia baik-baik saja. Akhirnya  dari beberapa referensi, saya menyimpulkan Agha belum masuk kategori tersebut. Masih ada waktu untuk mengejar ketertinggalan ini. Saya niatkan dan mantapkan dalam hati. Agha harus saya terapi sendiri, saya stimulasi sendiri, semaksimal mungkin.

Sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara yang dibagi kenjadi dua garis besar, yaitu faktor organ dan lingkungan. Faktor organ misalnya gangguan pendengaran, gangguan pada organ bicara dan kerusakan otak. Adapun faktor lingkungan misalnya lingkungan yang sepi, teknik pengajaran yang salah, penggunaan lebih dari satu bahasa dalam satu rumah dan terlalu sering menonton tayangan. Dari faktor penyebab tersebut saya menyimpulkan penyebab utama kemampuan Agha terlambat adalah karena terpapar screen baik TV, hape maupun laptop. Ini murni kesalahan saya. Agha mulai aktif menonton tayangan di TV/laptop sejak sekitar 8 bulan.

Dulu niatnya adalah untuk mempermudah dan bisa ditinggal mengerjakan yang lain, karena Agha benar-benar anteng saat nonton tayangan TV, dan ilmu saya waktu itu masih nol besar tentang pengasuhan anak. Salah satu pengaruh tayangan TV maupun vidio, karena komunikasi yang hanya satu arah menyebabkan anak hanya menerima informasi saja tanpa mengolah dan memprosesnya kembali. Selain itu tayangan juga bisa memberikan pengaruh buruk pada konsentrasi anak. Setelah tahu banyak dampak negatif yang ditimbulkan, meskipun tayangan itu adalah tayangan edukasi bahkan murottal bergambar saya hentikan semuanya. Seisi rumah termasuk mbah bu dan mbah kung nya pun saya himbau untuk tidak lagi menyalakan vidio lagu maupun murottal untuk Agha. Awalnya memang susah, menangis itu pasti. Tapi hanya sebentar dan berjalan sekitar tiga hari, setelahnya Agha lupa. Alhamdulillah, Allah membaca niat baik kami dan mempermudah jalannya.

Setelahnya saya mantap untuk menstimulasi Agha, mengejar ketertinggalannya, memberlakukan no gadget, no screen. Tentu saja ini lebih melelahkan, tapi dari proses ini juga bisa mempererat kelekatan diantara kami.  Apalagi saya ibu yang bekerja di ranah publik, waktu yang sedikit ini saya manfaatkan baik-baik. Saya menyediakan waktu lebih banyak untuk Agha, lebih memilih bermain di luar, mengajak ngobrol memperkenalkan aneka tanaman di sekitar rumah, berulang-ulang. Saya sengaja membuat durasi waktu dalam memperkenalkannya untuk Agha. Misal hari ini saya mengenalkan bunga melati dan kupu-kupu, dalam satu minggu itu saya fokus mengobrol tentang dua hal itu. Dongeng harian rutin pun sengaja saya sesuaikan dengan tema pada minggu tersebut. Baru minggu berikutnya saya ganti, misal dengan ayam dan bebek. Tiap mengobrol pun saya pastikan untuk langsung menatap mata Agha, memastikan Agha melihat mulut saya membentuk kata tersebut, agar ia belajar menirukannya.

Tiada disangka, tiada diduga, usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Dua bulan setelahnya kosakata Agha bertambah, kata-katanya juga lebih jelas. Bahkan dapat bonus tantrumnya pun mulai hilang karena kami lebih bisa memahami apa mau Agha. Hamdan wa syukron lillah. Meskipun lebih melelahkan saat prosesnya, tapi kami bahagia, sangat bahagia. Terngiang dalam ingatan, salah satu ayat cantik dalam Alquran surat Arrahman: Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

*****
Tulisan ini diikutkan dalam Mays Challenge: Gratitude Journal Rumbel Literasi Media Ibu Profesional Semarang
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar