Anak Kecil adalah Peniru Terbaik

2 komentar


"Unda, Makan itu duduk, nggak berdiri, apalagi jongkok, jongkok itu pipis sama e'e."

Kalimat itu adalah teguran yang disampaikan Agha, putra sulungku yang usianya baru dua tahun sembilan bulan. Jadi ceritanya aku masih memasak untuk menu makan siang. Karena hampir matang maka aku perlu mengetes rasa. Aku mencicipi masakan dengan sendok kecil dan menumpahkannya di telapak tangan untuk kemudian aku kecap asin, manis pedas dan gurihnya. Ternyata, Agha protes lantaran aku mencicipinya sambil berdiri. Sebenarnya aku ingin protes, cuma nyicipin sedikit. Tapi aku urungkan. Aku cuma bisa nyengir dan salah tingkah menjawab teguran Agha.

"Iya ya, Bunda lupa, terimakasih ya Sayang sudah diingatkan."

Pernah juga ayahnya ditegur karena buru-buru minum sambil berdiri. Agha pun dengan tegas memprotesnya.

"Ayah, minum itu duduk, tidak berdiri kayak embek, sapi sama kebo, hiiii." Agha menegur ayahnya sembari bergidik geli membayangkan hewan yang disebutkan.

Ayahnya cengengesan dan langsung duduk demi memberikan contoh baik pada anak. Aku yang mendengarnya pun tertawa terpingkal-pingkal karena Agha menyamakannya dengan hewan pemakan rumput, tiga sekaligus.

Lantas beberapa hari kemudian, aku melihat Agha minum es teh sembari berdiri, tentu saja aku menasehatinya.

"Kok minumnya sambil berdiri, kenapa?"
"Kayak Ayah sama Bunda kemaren yo," jawab Agha dengan polos. Jawaban yang "mak jleb" di hati dan membuat aku semakin tersadar betapa orangtua adalah contoh utama untuk anak-anaknya.

Ada juga contoh kasus saat Agha aku suruh untuk potong rambut.

"Mas Agha besok potong rambut ya, sudah panjang tuh, rambut panjang itu kayak cewek," ucapku lembut berusaha mengajak Agha agar mau dipotong. 

"Ayah cowok, rambutnya juga panjang," jawab Agha lagi menjadikan ayahnya sebagai role model. Aku terdiam dengan mata garang ke ayah yang rambutnya juga mulai gondrong dan belum mau potong rambut dengan berbagai alasan. Tapi aku tidak habis akal, kudajikan ini momen untuk menyuruh mereka berdua potong rambut bersama.

"Iya, ayah nunggu Agha mau potong rambut. Besok potong rambut bareng ayah ya?" rayuku pada Agha dengan penuh harap.

"Sama Ayah?"

"Iya sama Ayah."

"Iya deh besok potong di tempat yang jauh, sama ayah tapi," jawab Agha mantap dengan logat khasnya. Ayah yang tidak mengiyakan kusenggol dengan galak dan akhirnya mengagguk. Iyessss. Semoga benar-benar mau potong rambut.

Ada juga adegan tiba-tiba Agha menyanyikan lagu syantik nya Siti Badriah yang sedang ngetren. Seingatku, aku tidak pernah menyanyikan lagu ini di rumah. Ketika aku menanyakannya ke Agha, jawabannya bikin baper. Sekuat apapun kami orangtuanya melindungi, menjaga, mengarahkan tetap saja mereka juga akan bertumbuh bersama lingkungannya. Agha mendengar lagu itu dari sepupunya, anak dari sepupuku yang usianya juga baru sekitar lima tahun. Tapi aku yakin, setidaknya jika pondasi pengasuhan sudah kuat, maka selebihnya adalah hak Allah akan menjadikan anak kita seperti apa. Doa lah yang bisa terus kita ucap, minta perlindungan dari-Nya.

Kembali ke lagu syantik tadi. Karena Agha sudah terlanjur terpapar lagu itu, maka aku menggubahnya menjadi lagu sholih. Begini lah liriknya:

"Emang anak sholih
Anak bunda sholih
Sholih sholih ini untuk selamanya"

Alhamdulillah sekarang Agha mengingatnya lagu sholih, bukan lagu syantik.

Pernah juga Agha tiba-tiba menirukan potongan surat-surat pendek. Aku takjub sekali mendengarnya. Bersyukur tiada habisnya. Tentu saja Agha bisa menirukan beberapa potongan ayat karena sering mendengarnya. Hampir tiap habis maghrib aku selalu membacakan beberapa surat-surat pendek untuk duo sholih, Agha dan Affan. Pun ketika pagi shubuh, aku menyalakan murottal juz 30. Dan, mereka memindainya dengan sangat baik.

Deretan contoh di atas hanyalah sebagian kecil yang saya paparkan. Padahal dalam kehidupan nyata, mereka meniru hampir semua yang dikerjakan dan ducapkan oleh orang-orang di sekitarnya. Artinya, jika kita ingin anak-anak kita menajdi anak yang baik akhlaknya, maka sudah semestinya kita sebagai orangtuanya lah yang lebih dulu berbenah. Memperbaiki tutur kata dan bertingkah laku yang baik. Syukur-syukur bisa mencontoh perilaku nabi Muhammad, meniru sunnahnya. Berperilaku baik disini juga ketika kita marah ataupun emosi, bagaimana kita bisa mengatur dan mengendalikannya. Jika kita sudah terus berusaha baik, menjadi lebih baik lagi dan lagi, insyaallah anak-anak kita juga akan meniru apa yang kita kerjakan. Karena pada dasarnya anak kecil adalah peniru terbaik, memindai apapun yang diterima oleh panca inderanya. Sembari terus berbenah dan berusaha menjadi lebih baik lagi dan lagi, jangan lupa untuk terus berdoa, memohon perlindungan padaNya. Karena kita tidak bisa sepanjang waktu menjaga anak-anak kita. Semoga apa yang kita upayakan akan berbuah manis, melihat anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang berakhlaqul karimah serta menjadi penolong kita kelak di akhirat. Amin. Yakinlah, Usaha tidak pernah mengkhianati hasil.



Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar