Kembali ke Rumah

Posting Komentar
Alhamdulillah, Sabtu dini hari akhirnya bisa touch down di Stasiun Pekalongan. Dengan setia suami tercinta menanti kedatanganku yang diantar oleh Sembrani dari kota Pahlawan Surabaya. Karena belum makan malam, meski dini hari kuiisi dulu perut yang keroncongan. Memberikan hak perut agar tidak meronta-ronta. Mie Ayam panas pinggir jalan cukup untuk mendiamkan bebunyian dari dalam perut. Setelahnya kami melanjutkan perjalanan dengan motoran. Sekitar jam satu, sampai juga kami di rumah. 

Rindu yang membuncah pada duo sholih segera kutunaikan. Kuciumi mereka satu persatu meski keduanya sedang tidur. Aroma keringat mereka yang sangat kuhapal menguar di kamar. Baju mereka basah oleh keringat karena cuaca Pekalongan sangat panas dan kipas angin tidak dinyalakan.

Biasanya, jika sudah kuyup oleh keringat seperti itu, maka mereka akan terbangun. Sebelum itu terjadi, kunyalakan kipas menghadap tembok, tidak langsung mengenai tubuh mereka. Tujuannya tentu saja agar tidak terlalu dingin, masuk angin dan diceramahin oleh Mbah ibu.


Setelah puas mendekap dan menciumi mereka, akhirnya aku pun terlelap. Tak lama berselang ternyata Affan terbangun. Sepertinya dia haus dan minta minum. Tersadar aku ada di dekatnya, Affan kaget dan bengong untuk kemudian tersenyum. Senyum yang tiga hari ini sangat kurindui.

Affan dengan semangat minta ASI. Aku pun memberikan hak nya yang beberapa hari ini terjeda karena jarak. Dalam keadakan sedekat ini mata Affan tak henti menatapku. Kubalas dengan senyuman dan kuajak ngobrol meski waktu menunjukkan bahwa pagi segera datang. Tak terasa ternyata kami tertidur dan terbangun saat adzan subuh berkumandang. Karena aku sedang libur sholat dan letih cukup meraja, maka kulanjutkan tidur dengan kembali menyusui Affan.

Sekitar jam enam pagi, Aku membuka mata un tuk kedua kali. Kukumpulkan energi yang sudah kembali. Alhamdulillah tubuhku sudah bugar. Kelelahan menghilang entah kemana. Apalagi saat mendengar celoteh riang Agha yang sangat senang mendapati bundanya sudah di rumah.

"Undaaaaaa," teriak Agha yang melihatku terbaring di kamar.

"Halo Sayang, sudah bangun? sudah baca doa belum?" tanyaku ke Agha.

"Belum Nda," jawab Agha sembari bergelayut manja.

"Ayuk baca doa dulu, bareng sama Bunda." Kami berdua membaca doa banguntidur dengan nyaring.

"Unda kok lama sekali kerjanya? nggak pulang-pulang," keluh Agha dengan cemberut.

"Tapi kan ini Bunda sudah pulang," kilahku.

"Agha kangen yo Nda, Agha cari-cari  Bunda, tapi nggak ketemu."

"Sini-sini Bunda peluk, Bunda juga kangen sama Agha." Kuciumi rambutnya sembari kudepak Agha dari belakang.

"Unda jangan dinas lagi ya, nanti nggak pulang-pulang," pinta Agha sekali lagi.

Aku tersenyum mendengarnya tanpa berani mengiyakan. Aku mengalihkan perbincangan dengan mengajaknya makan. Dan seperti biasa, Agha menolaknya denagn alasan belum lapar. Meski demikian, tetap saja kugendong Agha ke meja makan dan kududukkan disana. Ia pun memilih sekedar minum segelas teh hangat.
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar