Melatih Anak Menabung dengan Celengan

Posting Komentar

Gambar di atas adalah celengan pertama Agha. Celengan "homemade' karya Bunda dan Agha. Memanfaatkan botol bekas bedak yang sudah tidak terpakai. Selain hemat karena nilainya yang murah meriah juga bertujuan untuk mengajarkan Agha kreatif memanfaatkan apa yang ada si sekitar kita.

Proses pembuatannya sangat mudah. Cukup dengan mencuci bersih botol dan melubanginya dengan pisau atau gunting. Lubang ini berfungsi untuk memasukkan uang ke celengan. Jadi pastikan lubang tidak terlalu besar agar uang tidak bisa diambil. Namun juga jangan terlalu kecil karena anak akan kesusahan memasukkan uang. Jika ingin celengan nampak lebih manis, bisa disampul atau dihias dengan kertas warna-warni atau kain flanel. Kalau milik Agha, karena dengan yang seperti itu saja Agha sudah sangat senang, Bundanya tidak melanjutkan menghias tampilan luarnya.

Setelah punya celengan, tugas kita adalah mengajarkan anak menabung. Melatih anak menyisihkan uang sedikit demi sedikit untuk kemudian membukit. Pada kasus Agha, semangat Agha menabung karena ia menginginkan sesuatu yang bisa dicapai dengan menabung. Ada motif 'mengapa dia menabung'.

Jika Agha ditanya untuk apa menabung, jawabannya sangat sederhana, "Untuk membeli mainan dan buku buat Agha dan Affan."

Bagi anak seusia Agha, mainan dan buku menjadi kebutuhan utama dan hal yang menyenangkan sehingga menjadikannya sebagai tujuan menabung. Berawal dari hal sederhana, selama terus dilatihkan secara konsisten maka lama-lama akan menjadi terbiasa dan mewujud menjadi karakter.

Selain melatih untuk menabung, dalam hal ini Agha juga dibiasakan dan dilatih untuk berusaha terlebih dulu jika menginginkan sesuatu. Ada proses yang harus ia lalui yang nantinya bisa lebih melekat di hati. Tidak ujug-ujug keinginannya terpenuhi.

Kisah celengan ini sebenarnya bermula dari Agha yang menginginkan mainan mobil-mobilan di sebuah toko swalayan yang merebak di hampir tiap kecamatan. Dari kacamataku, mainan tersebut harganya cukup mahal jika dibandingkan dengan toko mainan biasa. Selisihnya bukan hanya seribu atau dua ribu, tapi lebih dari lima ribu rupiah, kalau tidak salah sekitar sembilan ribu. Kenapa aku bisa sangat presisi menghitung selisihnya? karena sehari sebelumnya aku sempat melihat-lihat ke toko mainan dekat tempat kerja.

Bagi perempuan penggemar diskonan sepertiku, nilai di atas lumayan untuk bisa tetap dipertahankan agar tidak keluar dari dompet. Dalam sekejap aku menghitung selisih harga yang bisa digunakan untuk membeli sabun pencuci piring yang bisa dipakai selama sekitar dua minggu. Dan keputusan bulat, aku harus bisa mengalihkan Agha. Moment ini sekaligus kumanfaatkan untuk mengajarkan Agha berproses.

"Gha, beli mainannya lain kali ya, kan Agha sudah beli jajan," pintaku ke Agha.

"Nggak mau, Agha mau mainan." Agha masih keukeuh mempertahankan keinginannya.

"Ehmm, ya sudah Agha pilih mau beli mainan atau jajanan?" tawarku ke Agha. Dalam hati aku berharap Agha memilih makanan (Emak-emak perhitungan banget yak 😁)

"Agha mau dua-dua-an, mau makanan sama mainan," kilah Agha yang menginginkan keduanya.

"Eits, Mas Agha lupa ya, kalau tumbas kan satu, nggak boleh boros dan serakah." Aku tegas menolak permintaan Agha.

Agha merenung sejenak. Mempertimbangkan antara mainan dan jajan. Dipandanginya mobil-mobilan di rak depan dan jajan yang sudah dia pilih di keranjang belanja. Dengan sedih ia tetap berusaha meminta keduanya, "Tapi Agha mau mainan sama jajannya Nda."

Agha sudah mulai pintar bernegosiasi rupanya. Mimik mukanya yang menyedihkan hampir saja mengalahkan pertahananku, tapi kukuatkan niat kembali. Kuingat selisih harga yang bisa kupakai untuk membeli sabun cuci piring, wkwkwkw. Kutarik nafas panjang dan kuhembuskan agar lebih ringan saat menyampaikan ke Agha.

"Ya udah gini aja, Mas Agha mau dengerin Bunda?" tanyaku terlebih dulu sebelum memberikan pemawaran.

Agha mengangguk lemah.

"Sekarang Mas Agha beli jajan ini aja dulu, mainannya nanti beli kalau Agha punya uang. Agha nya harus nabung dulu biar punya uang banyak, gimana?" 

"Nabung?" tanya Agha menggantung. Mungkin ia belum begitu paham konsep menabung.

"Nanti sampai rumah kita buat celengan ya, Mas Agha nya nabung nya di celengan, kayak punya Mas Avis itu lho, yang celengan ayam, kalau Agha punya uang dimasukkan ke celengan, jadi nanti lama-lama uangnya banyak."

"Kalau banyak bisa buat beli mainan?" tanya Agha mulai berbinar.

"Iya, makanya Agha nya jajannya jangan banyak-banyak, jadi uangnya bisa ditabung."

"Bisa buat beli buku juga nggak Nda?" tanya Agha masih senang dengan khayalannya punya uang banyak.

"Enggeh, gimana? Setuju nggak?"

Agha pun mengangguk dengan mata yang bercahaya. Kami berjalan bersama ke kasir dan meninggalkan mainan di raknya. Sembari berjalan Agha bertanya kembali terkait uang di celengan.

"Nda, kalau uangnya banyak bisa buat beli mainan Adek juga?"

"Bisa dong, Agha mau belikan Adek mainan juga?" tanyaku penasaran.

"Iya, mau beli mainan sama buku buat Agha sama Adek," ucap Agha bersemangat.

"Pinter banget anak sholih Bunda, mau berbagi sama Adek," pujiku tulus.

Dari moment itu lah akhirnya Agha bersemangat menabung. Ada tujuan yang ingin dia raih. Tiap hari minta uang untuk dimasukkan celengan. Meski proses menabungnya belum dari 'uang yang disisihkan' , setidaknya ada proses belajar dalam kegiatan menabung di celengan.
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar