Matematika. Apa yang muncul di benak kita mendengar kata satu ini? Deretan angka? Sin cos tan? Rumus phitagoras? Atau berbagai bentuk bangun ruang dan cara menghitung volume dan luasnya?
Seringkali yang kita pahami tentang matematika hanyalah seputar angka dan perhitungan yang susah dipecahkan. Tentang berapa nilai X atau nilai Y. Padahal matematika bukan hanya tentang angka. Matematika juga tentang pola pikir, penalaran dan pengolahan logika. Dan tiap anak sudah terinstal / dibekali dengan kemampuan matematis logis. Hanya saja dengan kadar yang berbeda-beda. Menurut Howard Gardner, ilmuwan yang menyetuskan konsep kecerdasan majemuk / multiple intelegince, kecerdasan matematis logis merupakan kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan secara matematis, berpikir logis, penalaran induktif / deduktif, dan ketajaman pola abstrak serat hubungan satu sama lain.
Tantangannya sekarang bagi para orangtua adalah bagaimana menstimulasi anak-anak agar mereka tidak hanya bisa pada matematika, tapi pada tingkatan yang lebih tinggi, suka pada matematika. Karena sudah menjadi rahasia umum, bagi sebagian orang matematika bak monster, momok yang mengerikan.
Sebenarnya, salah satu penyumbang ketidaksukaan mereka pada matematika justru dari dunia pendidikan dan keluarga. Anak-anak buru-buru dikenalkan pada pelajaran berhitung sejak dini, padahal berhitung hanyalah bagian kecil dari sekian banyak stimulus yang harus kita berikan ke anak untuk merangsang kecerdasan logis matematisnya.
Stimulasi matematika logis bisa dimulai dari hal-hal sederhana dan menyenangkan di sekitar kita. Misal dengan mengamati bentuk meja yang bundar. Menghitung jumlah kelopak bunga yang mekar di taman rumah, menghitung jumlah telur yang akan digoreng atau mengamati air es yang mencair saat dikeluarkan dari kulkas.
Bagi orangtua yang ingin sekaligus mengajak anak berpikir kreatif, bisa juga ber DIY bersama buah hati. Membuat permainan sendiri yang mengasikkan dengan pelan-pelan mengenalkana konsep matematika. Ada banyak sekali contohnya, bisa membuat puzzle bentuk untuk mengenal bentuk geometri. Meronce sedotan sembari menghitung potonga sedotan, membuat angka dari play dough yang dibuat dari tepung, dan masih banyak yang lainnya.
Selain ber DIY, mengamati aktivitas sehari-hari atau hal-hal di sekitar kita bisa juga dengan bermain permaina tradisional. Tanpa kita sadari permainan tradisional mengajarkan banyak nilai termasuk berpikir logis matematis. Misalnya permainan congklak, ingkling, gobak sodor dan lain sebagainya.
Nah, kali ini kami para ibu pembelajar di kelas bunsay mendapat tantangan untuk menstimulasi kecerdasan matematis logis pada anak. Seperti biasa, minimal harus mengerjakan 10 hari tantangan untuk bisa lulus mendapatkan badge dasar. Semoga bisa lebih dari sekedar batas minimal.
Rencanya dalam game level 6 kali ini, kami akan random melaporkan baik Agha maupun Affan. Syukur-sykur jika bisa melatih keduanya sekaligus. Hari pertama rencananya ber DIY membuat buku buah-buahan untuk Affan. Tapi Agha iseng membuka tas kerja bundanya dan mengambil dompet receh.
"Unda, uangnya banyak banget, boleh buat Agha?" tanya Agha sembari mengeluarkan semua recehan.
"Mau buat apa, mas?" tanyaku memastikan terlebih dulu.
"Mau dimasukkan celengan Agha biar cepet banyak." jawab Agha dengan polos.
"Ya udah, boleh deh, emangnya kalau sudah penuh mau buat apa?"
"Mau buat beli buku dua, satu buat adek satu buat Agha. Sama mainan juga dua, buat adek sama Agha."
Mendengar jawabannya, tentu saja bundanya meleleh. Meski kadang ada drama berebut sesuatu, Agha sangat sayang pada adeknya. Ia selalu ingin berbagi.
Melihat mas Agha menghitung uang receh yang ditumpahkan, Affan segera mendekat dan ikut memainkan koin-koin tersebut. Saatnya mengambil kesempatan mengenalkan konsep-konsep matematis pada Agha.
"Wuih, uangnya banyak ya, kita bagi dua aja dulu yuk," ajakku ke duo sholih.
Affan masih belum kooperatif, ia mulai berusaha mengulum koin ditangannya. Tapi segera kucegah dengan mengambilnya. Untuk sementara Affan teralihkan dengan bebunyian dari celengan yang digerakkan. Agha kuajak menghitung ada berapa koin tersedia. Agha segera menghitungnya. Total ada 18 koin.
"Sekarang bagi dua yuk, buat Agha dan Affan."
"Ayuk Nda," seru Agha bersemangat.
Aku memberi contoh dengan memisahkannya.
"Nih satu buat Agha, satu buat Affan."
Affan menerima koin dengan senang. Agha terkekeh melihat bundanya tak henti-henti membagi koin dengan cara seperti itu sampai koin habis. Kemudian Agha dengan sendirinya menghitung jatahnya sendiri. Dilanjut menghitung milik Affan. Sesi menghitung koin Affan harus diulang berkali-kali karena Affan yang belum bisa tertib dan ingin cepat-cepat memasukkan koin ke dalam celengan.
Usai menghitung, Agha dan Affan bergiliran memasukkan uang recehan ke dalam celengan sembari mengulangi hitungan. Alhamdulillah mereka senang sampai koin semua masuk celengan tak bersisa. Dan tak terasa duo sholih belajar berhitung dan pembagian dengan menyenangkan.
#Harike1
#Tantangan10hari
#Gamelevel6
#KuliahBunsayIIP
#IloveMath
#MathAroundUs
#ThinkLogic
Wah, mantap mbak
BalasHapus