Kelas Semarang Jepara Salatiga Matrikulasi Batch #5 Ibu Profesional

Posting Komentar
Sore itu terasa begitu sempurna
lembayung mesra memenuhi langit senja
Merona jingga
Persis seperti hati kami yang sempurna bahagia
Terajut dalam satu wadah semarang jepara salatiga

Hampir empat bulan kami bersama
Malam dan siang hari kami terlewati
Dengan saling berbagi
Mencerna tiap materi
Dan canda tawa layaknya sahabat lama
Bahkan bak sebuah keluarga

Padahal,
Kami adalah orang-orang asing
Dengan tujuan dan mimpi yang sama
Menjadi ibu profesional yang bahagia
Kebanggaan keluarga


Minggu berganti bulan
NHW demi NHW kami kerjakan
Dengan sepenuh hati
Berharap bisa benar terealisasi dalam kehidupan nyata
bukan hanya demi lulus matrikulasi

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat
Hingga akhirnya kami dinyatakan lulus sempurna
Bahagia bercampur haru beradu jadi satu
Teringat perpisahan yang menghadang di depan sana

Hingga akhirnya tibalah waktu yang tidak kami nantikan
Pembubaran grup yang selama ini mengisi hari
Berbagai ucapan tersampaikan
Dari maaf hingga terimakasih
Atas waktu, tenaga dan ilmu yang selama ini kita bagi
Terutama teruntuk fasilitator tercinta, mbak Alif Kiki dari Jepara


Tulisan di atas adalah tulisan lama yang saya tulis sesaat setelah pembubaran grup Semarang Jepara Salatiga, kelas matrikulasi batch #5 Ibu Profesional. Saya memang merasa sangat kehilangan saat grup ini dibubarkan karena banyak ilmu yang saya serap di grup SJS, terutama ilmu pengasuhan anak meskipun seringkali hanya menjadi silent reader. Kenapa jadi silent reader? karena kadang saya baru punya waktu untuk membacanya setelah duo sholih tertidur. Selain ilmu, saya juga mendapatkan kehangatan keluarga di grup SJS. Ditambah lagi dari kelas ini saya menemukan beberapa teman yang punya passion sama di menulis. Jadi wajar dong ya kalau saya sedih kelas ini dibubarkan? hiks...

Beberapa hari kemudian
Alhamdulillah, bersyukur sekali akhirnya saya kembali tersenyum gembira ketika ada ide untuk meet up cantik bersama anggota grup dan keluarganya. Setidaknya ada kesempatan untuk bertemu langsung dengan mereka, bercengkrama dan berbagi cerita. Meskipun ternyata rencana ini dijadwalkan setelah lebaran yang artinya masih beberapa bulan ke depan setelah pembubaran grup, saya tetap senang.

Minggu berganti menjadi bulan hingga akhirnya hari-hari menjelang hari pelaksanaan meet up pun semakin dekat. Perencanaan digelar dengan sangat matang oleh tim panitia. Kami para anggota dan penggembira cukup menunggu pematangan konsep acara dan berkontribusi dana agar acara berjalan lancar tanpa halangan satu pun. Alhamdulillah antusiasme teman-teman sangat tinggi, bahkan banyak yang menyumbang untuk menjadi sponsor (diluar iuran wajib: buku, snack, konsumsi, pin dan lain sebagainya), ada yang dalam bentuk dana adapula dalam bentuk bingkisan.

Setelah fix mendapat izin dari pak suami, akhirnya saya mendaftar meet up tersebut dengan formasi lengkap: saya, pak suami, Agha dan Affan. Saya memutuskan menggunakan transportasi kereta untuk pergi dan pulang. Sayang sekali, ketika saya mau memesan kereta Kamandaka Pekalongan-Semarang untuk pemberangkatan jam 08.00, kereta sudah fully booked. Saya sampai heboh sendiri, kalau harus memilih kereta Kaligung pemberangkatan jam 06.00, maka itu terlalu pagi, dilema tingkat dewa, sangat beresiko tertinggal kereta, bahkan mungkin di jam itu Agha dan Affan baru selesai mandi, belum makan dan lain sebagainya. Pak suami memutuskan untuk menggunakan bis patas menuju tempat acara yang saya terima dengan pasrah, mau bagaimana lagi tidak ada pilihan yang lebih baik. Hingga akhirnya di hari Kamis, dua hari sebelum acara saya menengok kembali website resmi kereta api Indonesia, dan Allahu Rabbi, banyak kursi kosong yang bisa dipesan. Segera saya pesan dan bayar agar tidak kehabisan lagi. Syukur berkali-kali saya panjatkan, Allah memudahkan urusan kami.

Hari H (14 Juli 2018)
Jauh sebelum hari H, saya sudah sounding baik ke Agha maupun Affan tentang rencana perjalanan. Memastikan agar mereka bisa kooperatif, tidak rewel baik saat pagi bersiap-siap maupun saat nanti di acara. Alhamdulillah, Agha dan Affan pagi itu sangat kooperatif, pagi yang tanpa drama. Kami menuju stasiun kereta api pekalongan dengan menggunakan kuda besi kesayangan, motor bebek yang biasa saya gunakan untuk bekerja. Kami berangkat dari rumah sekitar jam 7 kurang sedikit. Karena jarak rumah ke stasiun sekitar satu jam perjalanan, maka pak suami mengendarai motor dengan kecepatan yang berusaha menandingi pembalap motogp, Agha yang mengantuk di jalan pun sampai dipindahkan ke belakang agar gerak semakin cepat, saya? mencengkram erat pak suami dan dua batita.

Sesampai di stasiun, kereta bahkan belum datang, hufttt. Saya segera menggandeng Agha dan menggendong Affan menuju loket pencetakan tiket/boarding pass, pak suami lebih dulu mampir ke salah satu mini market di stasiun untuk membeli air minum yang tertinggal di rumah, untungnya teremos air panas tidak tertinggal. Setelahnya kami menunggu sekitar lima belas menit, dan datanglah kereta kamandaka jurusan akhir stasiun semarang tawang sesuai jadwal yang tertera di tiket.

Di perjalanan, Agha sangat kooperatif, tidak ada adegan rewel atau rengekan penuh drama. Barulah setelah tiba di stasiun Poncol Agha sangat aktif, yang membuat kami agak kesusahan karena barang bawaan yang luar biasa banyak dan harus mengoperasikan hp untuk memsan taksi online. Saya sampai gemas dan jejeritan karena Agha beruilang kali berusaha ke jalan raya. reflek saya menjerit memang susah sekali untuk dikontrol, harus terus belajar. Alhamdulillah tak butuh waktu lami taksi online yang akan mengantarkan kami ke lokasi, Maerokoco, segera datang. Kami segera menuju kesana dengan riang gembira.

Di lokasi acara, Agha sangat riang melihat banyaknya anak yang hampir seusianya, meskipun belum saling kenal. Agha ikut berlarian kesana kemari, memainkan balon-balon yang berterbangan. Affan pun demikian, ia merangkak kemanapun ia mau, mengejar balon berwarna-warni. Saat kami tiba, sebenarnya acara sudah dimulai, dipandu oleh mbak cindy dari Kudus. Acara berjalan meriah bertaburan doorprise dari para donatur. Pak suami pun senang karena mendapat jatah makan dua porsi, nasi kebuli dan nasi uduk yang pas sekali di lidah produksi mbak Nafisa yang asli Semarang. Acara berakhir pas dhuhur, kami pun melanjutkan jalan-jalan mengelilingi Maerokoco termasuk menaiki perahu motor menglilingi danau buatan dan menikmati tanaman bakau di sekelilingnya.

#curhatanbunda




Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar