Dilema Ibu Bekerja

Posting Komentar


Alhamdulillah, akhirnya bisa kembali sampai di rumah dan berkumpul dengan duo sholih tersayang. Itulah kalimat pertama yang melintas di hati sesaat setelah aku mengucap salam, sekembalinya dari dinas luar kota. Dinas yang tidak hanya memakan pikiran, waktu dan energi, tapi juga hati. Hati seorang ibu yang dibungkus rapi agar tetap terlihat tegar, tangguh dan profesional.

Beberapa hari sebelumnya...
Setelah sekian lama aku selalu berhasil menolak tugas dinas ke luar kota yang mengharuskan aku menginap, kali ini aku tak lagi bisa menolaknya. Tugas ini tidak bisa digantikan atau didelegasikan, harus aku yang berangkat. Meninggalkan duo sholih di usia mereka yang masih batita bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu yang cukup lama untuk akhirnya aku bisa berdamai dengan tugas ini. Bahkan aku sudah pernah mengundurkan jadwalnya. Mencari ide agar bisa mundur lagi dan lagi rasanya tak elok dan tak etis. Akhirnya dengan berat hati, aku mengiyakannya. Menerima tugas ini. Kalaupun secara hati aku tak menerimanya, tetap saja aku yang berangkat. Jadi lebih baik kudamaikan hati dan kuatur startegi.

Strategi yang utama adalah bagaimana mendapat jawaban "oke" dari pak suami tercinta. Semua akan menjadi percuma dna sia-sia jika suami tidak memberikan lampu hijau. Karena jadwal meeting sudah pasti, bahkan perintah lisan dan tulisan pun sudah jelas. Maka, mengharuskanku sesegera mungkin minta izin.

Malam menjelang, ayah duo sholih belum juga pulang. Maka kuurungkan niat. Pastinya pak suami terlalu lelah dan tidaklah efektif untuk diajak berdiskusi. Barulah besok malamnya saat anak-anak sudah tidur, aura wajahnya juga tenang dan tidak kelelahan, maka kumulai perbincangan terlebih dahulu.

"Yah..." 

"Dalem," jawabnya santai.

"Yah...." 

"Dalem,"

"Yah....." kuulangi panggilanku yang menggantung hingga tiga kali.

"Dalem, apa sih panggil-panggil nggak diselesaikan," jawab pak suami mulai penasaran.

"Hmmm, nggak apa kok,"

"Kebiasaan, ngomong aja kenapa."

"Beneran?" tantangku.

"He'eh."

"Hmmm, aku mau cerita ke ayah."

"Ya udah cerita aja, biasanya juga langsung cerita panjang kali lebar gitu." Pak suami sudah benar-benar penasaran.

"Tadi aku dibilangin atasanku."

"Kenapa, emangnya Bunda bikin salah?"

"Nggak, bukan itu," aku sengaja mengambil nafas dan menghembuskannya dengan berat sebelum melanjutkan kalimat, "jadi aku dibilangin atasan untuk...." kuhentikan kalimatku dan kuamati lebih detail raut muka Pak suami, ternyata ia sudah menanti kalimat selanjunya.

"Untuk apa Nda? malah berhenti, hemmm."

"Untuk dinas luar kota yah," kuucapkan kata perkata dengan amat pelan.

"Kemana?"

"Gresik."

"Berapa hari emangnya Nda?

"Meetingnya cuma sehari kok Yah, pas Jumat aja," kataku berusaha meyakinkan.

"Plus minus dua hari ya sama perjalanan?"

"Iya Yah kalau naik kereta."

"Apa ayah mau ikut aja sama anak-anak diajak sekalian, nanti pulangnya liburan ke ibu?" tawarku pada pak suami.

"Seninnya Bundanya bisa cuti?" tanyanya mulai tertarik, mengingat sudah cukup lama kami tak mengunjungi mertua di Jawa Timur.

"Sayangnya cutiku sudah habis Yah, baru keluar cuti baru lagi akhir bulan ini," jawabku penuh penyesalan.

"Ya udah Bunda aja kalau gitu, kasian anak-anak kalau cuma bentar, capek di jalan," jawab ayah dengan penuh pertimbangan.

"Hemmm, ayah nggak apa-apa Bunda tinggalin anak-anak?"

"Nggak apa-apa, lagian apa-apa juga Bunda nggak punya pilihan tho, harus tetap berangkat?" Kata ayah retoris.

"Iya, terimakasih ayah sayang sudah pengertian banget kek gini," pujiku tulus.

"Gitu lo kalau ada maunya," jawab ayah cemberut dan menowel hidungku yang mancung ke dalam, salah satu kebiasaannya yang kadang menyebalkan tapi seringkali kurindukan.

Satu tantangan pertama selesai. Tersisa pamitan ke Mbah ibu, Mbah Akung, Agha dan Affan serta meyakinkan mereka agar tidak rewel selama tidak ada Bundanya di rumah. Sebenarnya tantangan terberat nya justru memantapkan hatiku, karena sampai saat mau berangkat pun hati ini masih terasa berat meninggalkan duo sholih di rumah. Mungkin karena ini untuk pertama kalinya tugas dinas luar kota sejak ber-anak dua. Apalagi Affan masih ASI, meskipun sudah tidak ekslusif. Dilemanya ibu bekerja antara lain ya saat-saat seperti ini. Saat tak ada lagi kompromi. Kerjasama dengan suami dan orang satu rumah sangat dibutuhkan. Semoga lelah ini lillah, amin.


#Day6
#GameLevel1
#Tantangan10hari
#Komunikasiproduktif
#KuliahBundaSayang
#InstitutIbuProfesional
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar