Mengajak Anak Berbicara

Posting Komentar


Ada yang pernah menginterogasi anak? Seperti apakah reaksinya? Beda anak mungkin berbeda tanggapan. Aku termasuk ibu yang sering melakukan hal ini pada anak, bak wartawan mewawancarai sumber berita. Bersyukur sekali, setelah membaca materi komunikasi produktif kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional, pelan-pelan aku mulai merubah polanya, bukan lagi interogasi tapi observasi. Mirip, tapi berbeda. Dan lagi, karena baru tahap awal maka masih banyak yang harus diperbaiki.

Jadi entah kenapa, Agha sangat antipati pada salah satu sepupunya yang berinisial A. Saya sering menanyakannya langsung pada Agha terkait ini, tentunya dengan teknik paparazi. Dan biasanya jawaban Agha hanya sebuah pernyataan bahwa dia tidak suka pada Miss A.

Kali ini, ketika ada kesemptan menanyakan dengan teknik yang lebih halus, maka aku segera mengeksekusinya. Saat kejadian, Agha sedang bermain di teras rumah dengan beberapa buku dan mainannya. Tiba-tiba Miss A datang, hendak ikut main. Melihatnya datang Agha langsung berdiri dan mengusirnya.

"ini rumah Agha, sana sana jangan kesini," ucap Agha sembari menghalangi miss A yang mau mengambil mainan dengan paksa.

"Brayan yo Gha, main bareng," kata Miss A sembari terus berusaha mengambil salah satu spidol Agha.

"Moh, sana pulang, jangan kesini," teriak Agha mulai marah melihat Miss A tetap memaksa main bersama dan mengambil spidolnya tanpa izin. Aku masih mengamati dari dalam rumah, kondisi masih aman memasuki siaga satu.

"Agha pelit," teriak Miss A dengan melempar spidol jauh ke halaman.

Melihat spidolnya dilempar jauh seperti itu, Agha benar-benar marah, "Hooo, nakal!"

Mendengar dirinya disebut nakal, Miss A mulai menjambak rambut Agha, dan Agha pun tak mau kalah, menggigit tangan Miss A. Kekacauan pun terjadi. Aku segera keluar melerai mereka.

"Mbak, pulang dulu ya, ini mainan Agha, Agha nya lagi pengen main sendirian," kataku pada Miss A sembari memeluk Agha dan mengusap punggung Miss A.

"Agha nya pelit, nggak boleh pinjam," kata Miss A berusaha meminta simpatiku.

"Ini semua punya Agha ya mbak, kalau mau pinjam harus izin dulu, kalau nggak boleh ya sudah, nggak boleh maksa," kataku lembut.

"Sana pulang, Mbak A nakal!" teriak Agha.

Mendengar penjelasanku, Miss A pun sebal dan memilih pergi meninggalkan kami, main ke rumah orang lain lagi, mencari teman. Aku pun duduk membersamai Agha main.

"Ayuk main sama Bunda, Agha bikin apa?" tanyaku berusaha melebur ke dunia anak dan menghalau emosinya.

Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya, "Adek Affan nya mana Nda? Sudah bubuk?"

"Iya, Agha ditanyain Bunda yo, bikin apa?" tanyaku sekali lagi.

"Bikin bentuk-bentuk, lingkaran, segitiga, kotak, apa lagi ya?" pikir Agha berhenti menjelaskan.

"Apa ya, yang itu Gha, yang apa kabarmu, jagalah empat sisimu dan empat sudutmu," aku menggali ingatan Agha dengan menyanyikan lagu bentuk-bentuk kesukaan Agha.

"Tuan persegi Nda," ucap Agha dengan riang.

Alhamdulillah Agha mulai melupakan marahnya ke Miss A, barulah aku memasuki percakapan terkait Miss A.

"Oh ya, Agha tadi marah sekali ya?" tanyaku dengan mimik muka yang kubuat sesedih mungkin.

"Iya, Mbak A nya nakal," jawab Agha dengan galak.

"Oh nakal tho? Agha nggak suka ya?"

"Iya, nggak suka, ini rumah Agha yo." Agha menjelaskan dengan gaya khasnya.

"Iya, emang ini rumah Mas Agha," kataku mengiyakan.

"Sama Bunda, sama Ayah, Adek Affan, Mbah Ibu, Mbah Akung juga," lanjut Agha mulai ceria kembali.

"Oh, rumahnya bareng-bareng ya?"

"He'eh," Agha menjawab sembari mengangguk.

"Agha mau berbagi sama Bunda, Ayah, Adek, Mbah ibu, Mbah Akung ya, Hebat nih anak Sholeh Bunda.

"Iya, Tapi nggak sama Mbak A," kata Agha kembali mengungkit Miss A, raut wajahnya kembali keruh.

"Loh, kenapa? Agha juga biasanya mau lho berbagi sama Mas Asfa, Mas Avis, Mbak Nisrin, Om Ilman, kok nggak mau sama Mbak A?

"Nggak mau, nggak suka," kata Agha cemberut.

"Bunda diceritain dong Gha, kenapa sih nggak suka sama Mbak A," rayuku pada Agha.

"Nggak suka, Mbak A suka ngerebut mainan Agha, suka nakal sama Agha,"

"Suka nakal juga? nakal gimana sih?"

"Suka njambak rambut Agha, sama njiwit juga, sakit yo," jelas Agha tuntas.

"Oww, gitu? biasanya kalau dinakalin Mbak A, Agha nya gimana?"

"Tak gigit, tapi Aghanya nangis,"

"Sini-sini Bunda peluk kesayangan Bunda." Kami pun berpelukan. Kuusap rambutnya yang mulai memanjang belum mau dicukur. Kulanjutkan lagi perbincangan.

"Gha, mau dengerin Bunda nggak?"

"Mau."

"Bunda sayang banget sama Mas Agha, Bunda pengen Agha jadi anak yang baik."

Agha diam sembari memperhatikanku dan menunggu kelanjutan kalimatku. "Mau jadi anak yang baik?:

"Mau."

"Pinter nih. Anak baik itu sesama saudara harus saling sayang ya," kataku berusaha memasukkan nilai persaudaraan di pikiran Agha.

"Iya, Agha sayang sama Adek yo Nda," kata Agha menunjukkan rasa sayangnya pada Adek Affan.

"Iya, sama Mas Asva, Mas Avis, Mbak Nisrin dan saudara yang lain juga kan?"

"He'eh," jawab Agha mantap.

"Oke, toss dulu."

Kami pun tos dan berpelukan kembali, kuciumi rambutnya yang wangi shampoo. Kurasa cukup sampai disini dulu perbincangannya. Takutnya justru malah masuk telinga kanan keluar kiri. Kuhentikan percakapan dan kuajak Agha main kembali. Kami pun membuat bentuk-bentuk kesukaan Agha. Dan aku tertawa melihat gambar bentuk Agha yang tak beraturan, tak berbentuk.

#Day5
#Tantangan10hari
#KomunikasiProduktif
#KuliahBundaSayang
#InstitutIbuProfesional

Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

Posting Komentar