Marah pada Anak

1 komentar
Hampir tiap ibu pernah atau bahkan sering marah pada anaknya. Banyak penyebabnya, bisa karena alasan yang benar-benar prinsip, atau hanya masalah sekecil selilit. Reaksinya pun bermacam-macam. Ada yang suaranya naik beberapa oktaf, ada yang mengomel sepanjang jalan kenangan, bahkan ada yang parah sampai membanting barang, namun masih ada. pula yang cukup beristighfar dan mengelus dada.

Lantas kita masuk contoh yang mana? Semoga pelan tapi pasti kita bisa semakin mengendalikan dan mengatur emosi kita. Saya pernah menulis tulisan singkat sebelumnya untuk mengambil jeda saat kita mulai merasa marah pada anak. Tujuannya apa, agar sebelum kita bereaksi, emosi negatif yang muncul saat marah berkurang dan kita bisa berpikir lebih rasional.

Kemaren malam, seperti biasa agenda kami usai mengaji ba'da maghrib adalah kruntelan di kasur sembari menunggu ayah pulang. Permainan bisa apa aja, semuanya diangkut ke dalam kamar dari mulai buku, puzzle, lego, bola, boneka jari sampai kadang sebungkus kerikil sisa main siang berlindah ke dalam kamar. Mungkin bagi sebagian orang menganggap ini tidak sehat, tapi bagi kami momen seperti ini adalah momen luar biasa. Dan memang tempat ternyaman kami untuk bermain saat malam adalah kamar (kalau tidak setuju tidak usah ditiru).

Mas Agha dan Affan main dengan seru, akur dan damai. Berawal dari Affan yang menunjuk gajah sembari berceloteh, "Jah jah jah." Agha ikut menunjuk beberapa hewan lain seperti kucing, sapi, kuda dan ayam sembari menirukan bebunyian dari masing-masing hewan. Maksud hati Agha adalah menjelaskan ke Affan hewan-hewan tersebut. Namun karena Affan yang juga masih kecil, usianya bahkan baru sebelas bulan di pertengahan september ini, maka Affan pergi begitu saja. Tidak memperhatikan Mas Agha yang sudah belibet menjelaskan. Affan memilih berpindah ke buku huruf hijaiyah bersampul kucing dan menunjuk gambar kucing tersebut. Agha mulai marah karenanya.

"Adek, sini lihat," teriak Agha jengkel. Affan masih tak peduli.

"Adek, sini," teriaknya sekali lagi.

Melihat Affam bergeming dari posisinya yang fokus pada buku di tangannya, Agha pun menarik buku tersebut. Tarik menarik pun dimulai, bak lomba tarik tambang saat Agustusan. Affan yang tetap keukeuh memegang buku dengan kuat, membuat Agha makin jengkel. Tanpa aba-aba dan tanpa bisa dicegah, satu tendangan mendarat di tubuh Affan. Aku yang kaget mencerna situasi yanh di luar kendali lepas kontrol.

"Mas Agha!" teriakku dengan intonasi yang sangat tidak ramah.

Mendengar aku yang marah, Agha membela diri, "Adeknya nakal yo Nda."

Aku segera menarik nafas panjang dan beristighfar untuk menghalau segala bentuk emosi. Kuperbaiki nada suaraku dengan lebih ramah, kupeluk mereka dengan masing-masing satu tangan.

"Mas Agha kalau ditendang sakit nggak ya?" tanyaku masih memeluk Agha. Affan? Sudah beralih ke buku lain, Semut dan Nabi Sulaiman.

"Sakit," jawabnya pendek.

"Trus kenapa adeknya ditendang?"

"Adeknya nakal yo," bela Agha

"Nakalnya gimana coba ceritakan ke Bunda."

"Agha tadi lihatin bebek, bunyinya wekwekwek, trus lihatin sapi yang punya susu, sama pus juga bunyinya miong," Agha berhenti sembari berpikir untuk menyusun kalimat selanjutnya, "tapi Adek nya nggak dengerin,"

"Oww, gitu?"

"Agha kalau lagi asik main lego nih, terus legonya dirapikan sama Bunda, Bunda ganti sama mobil-mobilan suka nggak?"

"Nggak."

"Begitu pun Adek, nggak suka dipaksa,"

"Tapi Agha nya capek ngomong yo Nda,"

"Kan ada Bunda yang dengerin Mas Agha." Agha tersenyum mendengarnya.

"Sekarang, minta maaf sama Adek." pintaku ke Agha.

"Emoh," tolak Agha keras. Entahlah, sampai hari ini Agha masih belum mau minta maaf. Ia hanya mau minta maaf ke Bundanya.

"Ya sudah, Bunda yang minta maaf ke Adek."

aku pun menyalami Affan sembari mengatakan minta maaf. Aku sengaja tidak memaksa Agha, biarlah dia tahu dulu secara pelan-pelan tanpa paksaan, agar kelak ia benar-benar melakukannya tulus dari hati.

Mereka pun bermain bersmaa lagi, mengumpulkan boneka jari yang tercecer di seluruh penjuru kamar. 

"Nah, gitu, Bunda suka deh kalau Agha sama Affan saling sayang kayak gini, main bareng."

Agha tersenyum dan mencium rambut adiknya. Aku pun minta dicium dan menyodorkan pipi, yanh ternyata hanya dianggurkan dan dicuekin. Tak apalah, melihat kalian tumbuh dan bermain bersama seperti ini saja hati Bunda sudha meleleh dan mengaharu biru.

#Day9
#Gamelevel1
#Tantanagn10hari
#KomunikasiProduktif
#KuliahhBundaSayang
#InstitutIbuProfesional
Naila Zulfa
Seorang istri dan ibu pembelajar serta Praktisi HR yang suka dunia literasi. Selamat datang di Dunia Naila, semoga apa yang dibaca bermanfaat.

Related Posts

1 komentar

  1. Keren mba Naila bisa sabar membersamai dua jagoannya. Semangat ikut kelas bunsay nya ya 😊

    BalasHapus

Posting Komentar